PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
“KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN BAGI ANAK
BERKELAINAN”
(Modul 5, Kb 1,2&3)
Oleh : Iis
widiya (834873448)
Tutor Pembimbing : Zaidan Jauhari, S.Pd.,MT
UNIT PROGRAM
PEMBELAJARAN JARAK JAUH
UNIVERSITAS TERBUKA
PALEMBANG
2018.2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .........................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang .............................................................................................1
B. Tujuan Masalah ............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Karakteristik dan kebutuhan Pendidikan anak yang
berkelainan fisik.......4
B. Karakteristik dan Kebutuhan Pendidikan Anak yang Berkelainan
Psikis..5
C. Karakter dan kebutuhan Pendidikan Anak
berkesulitan belajar.................7
BAB III PENUTUP..............................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
Proses belajar mengajar atau proses pengajaran merupakan suatu kegiatan
melaksanakan kurikulum agar suatu lembaga pendidikan dapat mempengaruhi para
siswa sehingga tujuan pendidikan yang telah ditentukan dan diterapkan dapat
tercapai. Proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah-sekolah memiliki
tujuan yang sama dengan tujuan Pendidikan Nasional, oleh karena itu peningkatan
prestasi belajar siswa terus diupayakan oleh pihak sekolah maupun pemerintah.
Pembelajaran adalah
suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Surya
(2004:7) bahwa ”dalam pembelajaran lebih menekankan kepada sutu proses
pengajaran (bagi guru) dan belajar (bagi siswa) sehingga interaksi keduanya
lebih luas pada pengajaran dan proses belajar mengajar”.
Pendidikan adalah suatu proses kehidupan yang menyeluruh mencakup pengalaman-pengalaman
yang direncanakan dan tidak direncanakan yang memungkinkan anak dan orang
dewasa untuk berkembang dan belajar melalui interaksi dengan masyarakat dan
budaya di mana mereka berada yang dijalani sejak masa bayi sampai tua (Ashkan,
1994).
Pendidikan mencakup
pula penyesuaian diri terhadap masyarakat dan budaya. Dalam peristiwa-peristiwa
kehidupan, adaptasi berarti bahwa setiap orang adalah unik dalam belajar
melalui jenjang sekolah yang dimulai sejak pendidikan dasar, menengah dan
pendidikan tinggi.
Bagi orang-orang yang
baru memasuki dunia pendidikan atau tidak mengenal kegiatan pembelajaran di
sekolah, istilah anak-anak dengan kebutuhan khusus mungkin hanya berarti
anak-anak yang lambat atau terbelakang yang tidak akan pernah berhasil di
sekolah seperti anak-anak lainnya. Untuk sebagian orang hal itu berarti bahwa
untuk anak-anak ini harapan memperoleh kehidupan normal tidak akan dapat
direalisasikan.
Terdapat banyak
anak-anak berkebutuhan khusus yang memerlukan bantuan khusus yang intensif pada
sekolah atau sekolah khusus dari guru-guru yang telah dilatih secara tersendiri
untuk membantu mereka. Namun banyak juga di antara mereka yang bersekolah di
sekolah terdekat baginya, mengikuti pelajaran di kelas-kelas biasa. Mereka
memperoleh kebaikan dan keuntungan di tempat ini di mana dilaksanakan pelayanan
pendidikan yang dirancang untuk anak-anak agar belajar lebih efektif.
Pendidikan khusus telah
menyediakan filsafat untuk mendukung dan melandasi pelayanan pendidikan di mana
terjadi proses belajar dan pembelajaran. Hal itu akan sangat penting dan
bermanfaat untuk merangkum beberapa hal penting tentang pendidikan khusus. Pertama,
pendidikan khusus adalah suatu konsep relatif yang didefinisikan sebagai suatu
program yang membutuhkan sumber-sumber untuk menyajikan pendidikan yang memadai
bagi semua siswa yang berkebutuhan khusus. Kedua, pendidikan khusus
adalah suatu istilah yang umum yang merujuk kepada sekelompok program atau
pelayanan yang didesain untuk memenuhi kebutuhan siswa yang khusus atau
berkelainan. Ketiga, pendidikan khusus telah menjadi pengkajian dan
landasan bagi strategi dan teknik pembelajaran. Keempat pendidikan khusus
mempunyai karakter ekonomi dan politik yang unik.
Setiap anak memiliki
perbedaan baik perbedaan fisik maupun perbedaan cara berpikir dan kemampuan
intelektualnya. Perbedaan-perbedaan ini sering dikenal oleh orang tua yang
memperbandingkan perkembangan prestasi anak-anaknya dengan prestasi anak-anak
lain misalnya sebagian anak belajar berbicara pada usia yang lebih mudah
daripada anak-anak lainnya sebagian telah dapat memahami dan menggunakan ide
ide dan konsep yang kompleks sebelum yang lain.
Melalui observasi dan
eksperimen pada abad yang lalu telah ditemukan bahwa perkembangan fisik,
mental, dan keterampilan sangat berkaitan dengan usia. Untuk bidang terkait
dengan fisik dan motorik kita dapat merujuk kepada grafik atau skala
perkembangan anak, sedangkan untuk mengetahui perkembangan domain intelektual
rujukan paling utama adalah intelegensi quotient (IQ) dan menggunakan tes
kecerdasan. Dari hal yang diperoleh dapat diketahui apakah seorang anak pada
usia tertentu berkembang sesuai dengan standar yang dikenal ataukah ia berada
di atas atau di bawah standar tersebut. Anak-anak yang berada di luar tentang
tersebut adalah mereka yang memerlukan pendidikan khusus atau bahkan pendidikan
khusus bagi mereka merupakan kebutuhan esensial.
B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah diharapkan para pembaca dapat
mengetahui karakteristik dan kebutuhan pendidik bagi anak yang:
1. Berkelainan fisik.
2. Berkesulitan Psikis
3. Berkesulitan belajar
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Karakteristik dan kebutuhan Pendidikan anak yang berkelainan fisik
Bagian otak yang mengatur hubungan pada indera penglihatan, pendengaran,
perabaan, pengenal rasa dan penciuman adalah corpus collosum.
Karakteristik umum kesulitan yang dialami anak berkelainan fisik:
1. Kesulitan memproses, terjadi bila gangguan syaraf menghambat diterimanya
informasi atau untuk mengungkap sesuatu secara memadai
2. Kesulitan dalam motivasi terjadi bila kebutuhan akan usaha pribadi
berinteraksi dengan image diri dan percaya diri, yang berakibat pada berbagai
motivasi
3. Kesulitan berpartisipasi terjadi bila gangguan fisik menghambat kemampuan
anak untuk bergabung dalam kegiatan kelas.
Beberapa kelainan fisik:
1. Cerebral Palsy, ketidaknormalan
gerakan dan postur karena gangguan atau ketidakmatangan otak (Denhoff).
Cerebral palsy sebagai akibat dari kerusakan gangguan otak dapat ditelusuri,
mungkinkarena adanya kerusakan fisik (trauma) atau oleh penyebab lain yang
tidak langsung misal kekurangan oksigen, contol lain, epilepsi adalah bagian
dari cerebral palsy.
2. Spina Bifida, gangguan saraf
Gangguan saraf pada spina bifida terpusat, sedangkan pada cerebral palsy
gangguannya menyebar.
Gangguan lain yang terjadi pada spina bifida dan sering memerlukan bantuan
operasi (pembedahan) adalah hydrocephalus.
3. Epilepsi,gangguan saraf yang
mempengaruhi pendidikan anak.
Convulsion adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan perilaku yang
ditunjukkan oleh seseorang bila gangguan pada bagian otak tertentu.
2.
Karakteristik dan Kebutuhan Pendidikan Anak yang Berkelainan Psikis
A. Hakikat Anak Berkelainan Psikis
Keterbelakangan mental adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
orang-orang yang mempunyai kesulitan-kesulitan dalam mengatasi masalah,
memahami pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep dan dalam mempelajari
keterampilan-keterampilan akademik seperti membaca, menulis dan berhitung.
B. IQ dan Ketidakmapuan Intelektual
Binet memandang intelegensi sebagai bagian dasar manusia yang mencakup
judgement,intiative,adaptation terhadap suatu keadaan.
IQ normal menurut Skala Binet dari Amerika Serikat adalah antara
61- 100.
Klasifikasi berdasarkan IQ pada ketidakmampuan intelektual:
Tingkat ketidakmampuan
|
Menurut skor Binet
|
Menurut skor Wechsler
|
Ringan
|
68-52
|
69-55
|
Sedang
|
51-36
|
54-40
|
Parah
|
35-
|
39-
|
Menurut Bower, siswa yang emosinya terganggu mempunyai
karakteristik:
1. Ketidakmampuan belajar, yang tidak dapat diterangkan dengan faktor
kesehatan intelektual dan sensori
2. Ketidakmampuan membangun dan mempertahankan hubungan interpersonal dengan
teman dan gurunya
3. Bentuk perilaku dan perasaan yang tidak memadai tapi berada di bawah normal
4. Menunjukkan ketidakbahagiaan dan berada dalam suasana depresi
Bower mendefinisikan
penyimpangan perilaku yang mencakup tingkat,durasi,variasi perilaku,dan
hubungan terhadap kondisi-kondisi ketidakmampuan lainya.
Wood mengajukan bahwa suatu definisi yang baik mengandung permasalahan:
1. Pengganggu.Apa atau siapa yang dianggap sbg fokus permasalahan?
2. Perilaku bermasalah.Bagaimanakah pertilaku bermasalah dipermasalahkan?
3. Setting.Dimana perilaku itu terjadi?
4. Terganggu.Siapa yang menganggap perilaku itu terganggu?
C. Peserta Didik Autis
Autis berasal dari bahasa Yunani dari kata autos,yang berarti diri.istilah
pertama yang digunakan oleh Eugene Bleur.Selain faktor genetik dan
lingkungan yang tercemar populasi, pandangan yang lebih mendapat dukungan
ilmuwan mengungkapkan bahwa kelainan sistem kerja otak, terutama pada lapisan
korteks serbral, serebelum dan sistem limbik merupakan penyebab autistik pada
anak.
1. Karakteristik anak
autis
Menurut pengklarifikasian Lauren B. Alloy, dkk, dalam Abnormal
Psychology, empat karakteristik anak autis; isolasi diri, keterbelakangan
mental, kemampuan bahasa rendah, dan perilaku menyimpang.
Ciri (khas) perilaku anak autis:
a. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara
b. Anak tidak dapat mengikuti jalan pikiran orang lain dan tidak mempunyai
empati
c. Pemahaman anak sangat kurang
d. Kadangkala anak mempunyai daya ingat yang sangat kuat
e. Anak mengalami kesukaran dalam mengekspresikan perasaannya
f. Memperbaiki perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang, mengepakkan
tangan
2. Relasi Pendidik dan peserta didik dalam Setting
pembelajaran autis
Empati dan peran aktif keluarga memainkan peran yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran terhadap anak autis.
Empati dan peran aktif keluarga memainkan peran yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran terhadap anak autis.
3.
Stategi pembelajaran anak autis
Strategi pembelajaran sebagaimana dikemukakan Wina Sanjaya adalah
perencanaan yang berisi serangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.. pilihan strategi yang digunakan beranjak dari
strategi individual sampai pada penggunaan strategi kelompok, bagi anak yang
telah menunjukkan adanya peningkatan kemampuan.
Dalam uji coba dan penerapannya, strategi yang kerap digunakan untuk anak
autis mengacu pada teori A-B-C (autecendent-behavior-consequence) yang
diperkenalkan psikologi Loovas atau dikenal applied Behavior analysis
(ABA). Strategi ini dimulai dengan instruksi atau antecedent atau pra-kejadian,
yakni pemberian instruksi kepada anak baik berupa perintah meniru, pertanyaan
atau visual. Setelah 3-4 detik, anak diharapkan akan memberikan behavior
(perilaku) atau respon sesuai dengan instruksi. Untuk membuat respon anak
bertahan makan diperlukan consequence atau akibat; baik berupa reinforcemenet
(penglihatan), prompt (bantuan) kepada anak untuk memberikan jawaban yang
benar.
C. Karakter dan kebutuhan Pendidikan Anak berkesulitan belajar
Beberapa modifikasi tugas untuk memfasilitasi perkembangan siswa diuraikan berikut
ini:
1.Modifikasi tugas disesuaikan pada kesiapan siswa
1.Modifikasi tugas disesuaikan pada kesiapan siswa
Tugas -tugas
dapat dianalisis melalui dimensi proses.Spenry menunjukan dimensi-dimensi
untuk dipertimbangkan dalam menganalisis tugas-tugas dari yang
paling sulit kepada yang paling sulit.
a. Dari situasi sosial kepada yang non sosial.
b. Dari materi dan respon yang abstrak kepada yang konkret
c. Dari materi yang verbal kepada yang non verbal
2.Modifikasi proses
-proses tugas disesuaikan dengan gaya -gaya belajar siswa
Meichenbaum menyarankan 3 langkah dalam modifikasi tugas :
Meichenbaum menyarankan 3 langkah dalam modifikasi tugas :
1) 1.Manipulasi tugas
2) 2.Mengubah lingkungan
3) Berikan dukungan atau spirit
PENDIDIKAN INKLUSIF
Merupakan suatu pandangan yang menuntut adanya perubahan layanan pendidikan
yang tidak diskriminatif ,menghargai perbedaan, dan pemenuhan kebutuhan setiap
individu berdasarkan kemampuanya.
Phil Foreman: pendidikan inklusif
adalah sebuah proses yang sistematis mengantarkan anak-anak berkebutuhan khusus
dan kelompok anak tertentu pada usia yang sama kedalam lingkungan yang alami
dimana umumnya anak-anak bermain dan belajar.
Bern dalam budi.H :merupakan filosofi
pendidikan yaitu bagian dari keseluruhan.
Stainback dalam Sunardi:merupakan sekolah yang menampung semua siswa di kelaas yang sama dengan
layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa.
Kebhinekaan vertikal mencakup perbedaan kecerdasan,kekuatan fisik,ketajaman
sensoris ,kepekaan sosial,dan kematangan emosional.
Kebhinekaan horisontal mencakup perbedaan ras,suku, adat,agama dan berbagai
variabel lain .
Johnsen dan Miriam Skojen menjabarkan 3 prinsip pendidikan inklusif:
1. Bahwa setiap anak termasuk dalam komunitas setempat dan dalam suatu kelas
atau kelompok
2. Hari sekolah diatur penuh dengan tugas -tugas pembelajaran kooperatif
dengan perbedaan pendidikan dan fleksibilitas dalam
memilih dengan sepuas hati
3. guru bekerja bersama dan mendapat pengetahuan pendidikan umum,khusus dan
tekhnik belajar individu serta keperluan pelatihan dan bagaimana
mengapresiasikan keanekaragaman dan perbedaan individu dalam pengorganisasian
kelas
Mulyono dalam Sri Wahyu Ambarwati mengidentifikasi
prinsip pendidikan inklusif kedalam 9 elemen:
1. Sikap guru yang positif terhadap kebhinekaan
2. Interaksi promotif ,yaitu upaya untuk saling menolong dan saling memberi
motivasi dalam belajar.
3. Pencapaian kompetensi akademik dan sosial
4. Pembelajaran adaptif
5. Konsultasi kolaboratif
6. Hidup dan belajar dalam masyarakat
7. Hubungan kemitraan antara sekolah dan keluarga
8. Belajar dan berfikir independen
9. Belajar sepanjang hayat.
Prosedur pembelajaran yang inklusif:
1. Pembentukan tim pembelajaran inklusif
2. Mengidentifikasi kebutuhan
3. Mengembangkan tujuan pembelajaran
4. Merancang pengembangan pembelajaran
5. Menentukan evaluasi kemajuan
BAB III
PENUTUP
1. Filosofi pendidikan
bagi anak berkesulitan belajar adalah pada saat mereka mencapai kesiapan dan
kematangan yang disetting dalam kelas oleh guru berbagai modifikasi tugas yang disesuaikan
dengan gaya-gaya belajar yang memudahkan baginya menyerap materi yang disajikan
dengan cara yang khusus pula.
2. Jadikan inklusif
sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar setiap anak usia
sekolah tanpa kecuali memperoleh haknya untuk terpenuhi kebutuhan
pendidikannya. Pendidikan yang memberikan layanan kepada semua peserta didik
tanpa memandang kondisi fisik mental intelektual sosial emosi ekonomi jenis
kelamin suku budaya tempat tinggal bahasa dan sebagainya. Semua peserta didik
belajar bersama-sama baik di sekolah atau kelas formal maupun nonformal yang
berada di dekat tempat tinggalnya yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
masing-masing peserta didik. Dalam kaitan nya dengan wajib pencapaian
pendidikan untuk semua mata pendidikan inklusif dapat diposisikan sebagai
strategi untuk mendorong terlaksananya pendidikan untuk semua waktu wajib
belajar. Pada tahap awal diarahkan untuk meningkatkan pencapaian pendidikan
secara kuantitas dan pada tahap berikutnya sampai pada peningkatan kualitas
pendidikan.
Kegiatan belajar
mengajar merupakan inti dari pelaksanaan kurikulum. Baik buruknya mutu
pendidikan atau mutu lulusan dipengaruhi oleh musuh kegiatan belajar mengajar.
Film mutu lulusan yang bagus dapat diprediksi bahwa mu tuh kegiatan belajar
mengajar nya juga bagus. Atau sebaliknya bilang untuk kegiatan belajar mengajar
nya bagus makam urusannya juga akan bagus. Lingkungan yang inklusif merupakan
lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran mengakomodasi keanekaragaman
peserta didik. Pada tahap awal dapat diarahkan kepada sekolah yang ramah yaitu
sekolah yang terbuka kepada semua peserta didik menghargai perbedaan dan
memenuhi kebutuhan yang beragam dari setiap peserta didiknya. Pembelajaran
inklusif berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat menerima
dan menghargai perbedaan. Pembelajaran di kelas inklusif akan bergeser dari
pendekatan pembelajaran kompetitif yang kaku mengacu materi tertentu atau
pendekatan pembelajaran kooperatif yang melibatkan kerjasama antar peserta
didik dan bahan pelajaran dikembangkan secara tematik dan kontekstual.
Kegiatan pembelajaran
dirancang sesuai kemampuan dan kebutuhan peserta didik serta mengacu kepada
kurikulum yang telah dikembangkan. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan
maksud untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai secara efektif dan efisien guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip
pembelajaran. Pembelajaran dalam setting inklusif selain menerapkan prinsip
prinsip umum pembelajaran juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus
sesuai dengan kebutuhan dan hambatan peserta didik berkebutuhan khusus. Untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik yang beragam pembelajaran dalam setting
inklusif diperlukan asesmen yang akan dipertimbangkan dalam menyusun
pembelajaran yang di individualisasi kan. Pembelajaran yang multilevel menjadi
ciri dan pelaksanaan yang dikembangkan dalam setting kelas yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Sumantri, Mulyani. (2017). Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: Universitas TerbukaKegiatan Belajar Mengajar Di
Sekolah Inklusif.